Resume Jurnal Fisioterapi. | astarfisio.blogspot.co.id. Otot upper trapezius, levator scapula, pectoralis mayor dan pectoralis minor adalah kelompok otot yang sering mengalami tightness (kekakuan). Seperti yang kita ketahui terjadinya kelemahan pada grup otot scapular (sebagai otot stabilisasi) akan membuat lemah otot trapezius lower, rhomboideus, lattisimus dosi dan otot cervical. Hal ini disebabkan oleh keadaan postur tubuh yang tidak proporsional saat duduk (biasanya cenderung membungkuk), pada saat bersepeda punggung cenderung membungkuk sehingga beban lebih berat. Serta akibat dari latihan yang tidak benar. Pada bahu akan terlihat satu sisi lebih tinggi dan satu sisi lebih rendah, serta biasanya orang akan cenderung posisi protaksi. Posisi tubuh inilah yang dinamakan asimetri (tidak simetris antara bahu kanan dan bahu kiri). Biasanya perbedaanya antara 10-12 cm dan otot yang mengalami tingkat tightness lebih tinggi adalah otot upper trapezius dan levator scapula.
Penelitian ini dilakukan di India, pada 100 partisipan. Pengambilan sample secara random. Analisa yang didapat adalah terlihat forward posture, adanya lordosis pada cervical dan protaksi shoulder,dan abduksi scapula. Terdapat tightness yang tinggi pada regio scapula. Kondisi ini terjadi pada siswa/siswi yang masih bersekolah, praktisi kesehatan, professor, pengacara, shopkeeper, marketing executive, news editor dll.
Pada kondisi upper crossed syndrome, tidak hanya adanya keterlibatan pada shoulder girdle yang menyebabkan ketidakmampuan fungsi dari persendian scapulothoracal, hal ini juga mempengaruhi cervical, thoracic dan kurva dari lumbar serta sendi glenohumerl. Kondisi tersebut juga akan menyebabkan terjadinya biceps tendonitis, rotator cuff impingement, thoracic outlet syndrome, peri-arthritis, cervical spondylitis, lumbar spondylitis, sacro ileitis yang disebabkan oleh otot-otot spinal.
Faktor yang menyebabkan upper crossed syndrome adalah :
- Postur yang tidak benar
- Obesitas
- Pekerja keras
- Hectic lifestyle
- Kebiasaan makan yang buruk
- Imobilisasi shoulder yang terlalu lama pada saat terkena cedera.
Wewenang tindakan fisioterapi pada kasus ini adalah :
1. Koreksi postur
2. Mengurangi spasme otot
3. Menangani nyeri
4. Release tightness (kekakuan) dari grup otot tertentu, seperti trapezius, levator scapula dan pectoralis mayor dan minor.
5. Melakukan penguatan pada stabilisasi otot scapula yang lemah, shoulder, dan juga otot fleksor serta ekstensor pada neck.
Intervensi yang dilakukan :
1. Myofascial release dengan tekanan sedang yang diaplikasikan pada area trigger point di area sub occipital muscle, upper trapezius, levator scapula, rhomboid mayor dan pectoralis mayor selama 15 menit.
2. Terapi es dapat diberikan selama 5 menit diarea trigger point. Kemudian dapat diberikan modalitas electrophysica agent seperti Ultrasound dengan frekuensi 1 Mhz diarea trigger point dengan intensitas antara 0.9 mA – 2.5 mA dengan gerakan circuler.
3. Latihan penguatan dengan cara :
a. Gerakan Elevasi (mengangkat bahu) dan depresi (menurunkan bahu) dari shoulder girdle ke arah unilateral 30 kali dan ke arah bilateral 30 kali.
b. Gerakan protaksi dan retraksi 30 kali ke arah unilateral dan bilateral.
c. Gerakan searah ajrum jam 15-20 kali.
d. Gerakan shoulder diiringi dengan deep breathing 15-20 kali tiap sesi.
e. Horizontal abduksi dan adduksi sebanyak 30 kali.
f. Active thoracic mobilisasi dengan gym ball.
4. Pada penderita yang obesitas maka dapat ditambahkan latihan berjalan selama 15-20 menit, sehingga dapat mengurangi berat badan dan mengurangi keluhan sindrom di area leher dan bahu.
Rekomendasi dari penulis adalah latihan postural dengan cara koreksi postur, mengurangi stress, dianjurkan untuk mengkonsumsi makanan yang mengandung nutrisi diet yang kaya akan karbohidrat, protein, sayuran/salad, air dll, gaya hidup yang sehat (disiplin bekerja, namun harus cukup istirahat), melakukan meditasi, melakukan hiburan seperti mendengarkan music, bermain dll.
Penelitian ini dilakukan di India, pada 100 partisipan. Pengambilan sample secara random. Analisa yang didapat adalah terlihat forward posture, adanya lordosis pada cervical dan protaksi shoulder,dan abduksi scapula. Terdapat tightness yang tinggi pada regio scapula. Kondisi ini terjadi pada siswa/siswi yang masih bersekolah, praktisi kesehatan, professor, pengacara, shopkeeper, marketing executive, news editor dll.
Pada kondisi upper crossed syndrome, tidak hanya adanya keterlibatan pada shoulder girdle yang menyebabkan ketidakmampuan fungsi dari persendian scapulothoracal, hal ini juga mempengaruhi cervical, thoracic dan kurva dari lumbar serta sendi glenohumerl. Kondisi tersebut juga akan menyebabkan terjadinya biceps tendonitis, rotator cuff impingement, thoracic outlet syndrome, peri-arthritis, cervical spondylitis, lumbar spondylitis, sacro ileitis yang disebabkan oleh otot-otot spinal.
Faktor yang menyebabkan upper crossed syndrome adalah :
- Postur yang tidak benar
- Obesitas
- Pekerja keras
- Hectic lifestyle
- Kebiasaan makan yang buruk
- Imobilisasi shoulder yang terlalu lama pada saat terkena cedera.
Wewenang tindakan fisioterapi pada kasus ini adalah :
1. Koreksi postur
2. Mengurangi spasme otot
3. Menangani nyeri
4. Release tightness (kekakuan) dari grup otot tertentu, seperti trapezius, levator scapula dan pectoralis mayor dan minor.
5. Melakukan penguatan pada stabilisasi otot scapula yang lemah, shoulder, dan juga otot fleksor serta ekstensor pada neck.
Intervensi yang dilakukan :
1. Myofascial release dengan tekanan sedang yang diaplikasikan pada area trigger point di area sub occipital muscle, upper trapezius, levator scapula, rhomboid mayor dan pectoralis mayor selama 15 menit.
2. Terapi es dapat diberikan selama 5 menit diarea trigger point. Kemudian dapat diberikan modalitas electrophysica agent seperti Ultrasound dengan frekuensi 1 Mhz diarea trigger point dengan intensitas antara 0.9 mA – 2.5 mA dengan gerakan circuler.
3. Latihan penguatan dengan cara :
a. Gerakan Elevasi (mengangkat bahu) dan depresi (menurunkan bahu) dari shoulder girdle ke arah unilateral 30 kali dan ke arah bilateral 30 kali.
b. Gerakan protaksi dan retraksi 30 kali ke arah unilateral dan bilateral.
c. Gerakan searah ajrum jam 15-20 kali.
d. Gerakan shoulder diiringi dengan deep breathing 15-20 kali tiap sesi.
e. Horizontal abduksi dan adduksi sebanyak 30 kali.
f. Active thoracic mobilisasi dengan gym ball.
4. Pada penderita yang obesitas maka dapat ditambahkan latihan berjalan selama 15-20 menit, sehingga dapat mengurangi berat badan dan mengurangi keluhan sindrom di area leher dan bahu.
Rekomendasi dari penulis adalah latihan postural dengan cara koreksi postur, mengurangi stress, dianjurkan untuk mengkonsumsi makanan yang mengandung nutrisi diet yang kaya akan karbohidrat, protein, sayuran/salad, air dll, gaya hidup yang sehat (disiplin bekerja, namun harus cukup istirahat), melakukan meditasi, melakukan hiburan seperti mendengarkan music, bermain dll.
Shubhrendu, Shekhar Pandey
Jurnal Desember 2016
0 Komentar untuk "Enhance Technique For The Condense The Upper-Crossed Syndrome "